7 Juni 2011

Tuhan Semua Manusia Sama

Manusia yang memiliki keyakinan, dipastikan memiliki tata cara beribadah. Manusia Islam diwajibkan shalat lima kali sehari, atau Kristen, wajib beribadah di hari minggu, Budha atau Hindu juga memiliki tata cara beribadah. Yahudi, konfusian, Tao atau keyakinan apa saja, di mana saja dan kapan saja pasti memiliki tata cara, ritual dan sejenisnya untuk mencapai kekuatan. Mereka sangat yakin, kekuatan itu dapat memberi kedamaian, kesejahteraan, kebaikan, kesuksesan dan nilai-nilai tertinggi lainnya.
Tata cara, ritual, metode, adalah alat/sarana untuk menghantarkan kita kepada tujuan mencapai nilai-nilai tertinggi untuk kedamaian, kesejahteraan, kebaikan, kesuksesan, kesucian, kekuasaan, keindahan, kebijaksanaan, keadilan dan lainnya. Manusia dituntut mentaati tata cara untuk mendapatkan kualitas terbaik dalam menjalankan tata cara tersebut.

Setiap tata cara dilegalkan dalam petunjuk tertulis, kita sebut kitab suci. Dalam agama samawi (Islam, Kristen/Nasrani, Yahudi), diyakini ada sosok manusia telah menerima nilai-nilai tertinggi kemudian atas petunjuknya didokumentasikan menjadi kitab suci. Kitab itu sangat suci, sehingga diyakini sungguh memberi petunjuk atas keselamatan.
Quran, Injil dan Taurat dijadikan rujukan dalam menjalankan kehidupan kemanusiaan, disamping kitab-kitab lainnya. Muhammad, Yesus dan Moses dijadikan panutan pemeluknya. Muhammad, Yesus dan Moses diyakini telah menjalani misi ketuhanan, menerima bahasa tuhan untuk menyelamatkan manusia.
Pemimpin spritual Tibet Dalai Lama misalnya, diyakini penganutnya sebagai inkarnasi (tulku) Buddha of Compassion. Begitupun dengan 13 pemimpin spiritual sebelum Dalai Lama (Tenzin Gyatzo). Dalam ajaran agama Buddha, seorang Bodhisattva (bahasa Sanskerta) atau Bodhisatta (bahasa Pali) atau Photishat (bahasa Thai) adalah makhluk yang mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk semesta. Ajaran yang menganjurkan pemeluknya menuju nirwana, penuh kedamaian, kesejahteraan, kebaikan.

Apapun keyakinan dengan tata cara memahami nilai-nilai tertinggi, maka itu dari manusia menggunakan tata cara mempertautkan nilai-nilai tertinggi dengan sisi kemanusiannya. Keyakinan dan tata cara tersebut kemudian diberi nama, terlembaga dalam jamaah/umat dan pemeluknya. Bukan hanya Islam, Kristen/Nasrani dan Yahudi. Semua keyakinan, dimanapun-kapanpun pasti memiliki tata cara untuk mencapai nilai-nilai tertinggi.

Setelah sampai di sini, ada pertanyaan menggelitik. Apa itu Tuhan? Mungkinkah Tuhan manusia itu sebanyak ribuan bahkan jutaan keyakinan di bumi ini. Tidak masuk akal, ada banyak Tuhan di bumi ini. Andaikata Tuhan itu tidak banyak, tetapi faktanya ada ribuan bahkan jutaan keyakinan di bumi. Agama B dengan kitab sucinya, agama A dengan kitab sucinya. Agama ini dengan Tuhannya, agama itu dengan Tuhannya.
Maka tidak ada jalan lain. Harus ada dialog antar keyakinan untuk mengetahui bagaimana masing-masing meyakini dan memahami Tuhan mereka. Apa tata cara untuk menghadirkan Tuhannya sehingga kehadiran Tuhannya dapat memberi kedamaian, kesejahteraan, kebaikan.
Keterbukaan itu dimaksudkan bukan untuk menyatukan agama maupun keyakinan di bumi ini menjadi satu. Tidak demikian. Keterbukaan itu untuk membuka penghalang/sel, bahwa tata cara kita berbeda tetapi tujuan kita sama. Manusia terkotak-kotak dalam agama dan keyakinan, tujuannya sama, menyembah kepada nilai-nilai tertinggi, diyakini, dapat memberi kedamaian, kesejahteraan, kebaikan.

Tata cara menuju nilai-nilai tertinggi itu berbeda. Cara berfikir dan memahami kedamaian, kesejahteraan, kebaikan berbeda. Tetapi tujuan kita 100 persen sama, yaitu damai-sejahtera-baik. Nilai-nilai itu bagian dari Tuhan, yang memiliki manusia dan segala keyakinannya.
Jangan tinggalkan agama dan keyakinan kita, tetapi temukan nilai-nilai tertinggi dalam Islam, Kristen dan Yahudi atau keyakinan lainnya. Sebab manusia akan menyatu dalam nilai-nilai tertinggi tersebut. Manusia berbeda pada metode, tetapi menyatu pada inti/substansi keyakinan yaitu Tuhan itu sendiri.
Bodoh sekali manusia membunuh hanya karena tata cara beribadah berbeda-beda. Padahal tujuan kita sama. apakah kedamaian, kesejahteraan, kebaikan itu milik satu keyakinan saja. kalau tidak, berarti Tuhan manusia sama dan hanya satu.


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar